Top List Pedia – Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia yang terletak di perbatasan Nepal dan Daerah Otonomi Tibet, Tiongkok, bukan hanya simbol dari kegagahan alam tetapi juga saksi hidup dari dinamika geologi Bumi yang terus berubah. Meski telah lama dikukuhkan sebagai atap dunia, Everest ternyata tidak statis. Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa gunung ini masih terus bertambah tinggi—perlahan namun pasti.
Fakta ini bukan sekadar kabar mengejutkan bagi dunia petualangan, tetapi juga mencerminkan betapa hidupnya planet yang kita tempati. Everest yang menjulang kini menjadi representasi nyata dari kekuatan tabrakan lempeng bumi yang belum usai.
Gunung Everest terbentuk dari proses tumbukan antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia yang dimulai sekitar 50 juta tahun lalu. Tabrakan ini mendorong kerak bumi ke atas, membentuk Pegunungan Himalaya. Sampai saat ini, lempeng India masih terus bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 5 cm per tahun, mendorong bagian selatan Eurasia ke atas dan menyebabkan Everest perlahan meninggi.
Para ahli geologi menyebut bahwa fenomena ini merupakan contoh nyata dari proses orogenik, yaitu pembentukan pegunungan akibat tabrakan lempeng. Tidak hanya Everest, seluruh sistem Pegunungan Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet juga ikut terdampak dari proses ini.
Baca Juga : 7 Fakta Unik dari Seluruh Dunia yang Masih Jadi Teka-Teki hingga Hari Ini
Dalam beberapa dekade terakhir, pengukuran ketinggian Gunung Everest mengalami pembaruan berkali-kali, seiring dengan perkembangan teknologi dan peristiwa alam yang memengaruhi struktur geologinya. Sebelumnya, ketinggian resmi yang sering digunakan adalah 8.848 meter berdasarkan survei India pada tahun 1954. Namun, setelah gempa besar yang mengguncang Nepal pada 2015, muncul dugaan bahwa tinggi Everest bisa saja berubah.
Pada tahun 2020, tim survei gabungan dari Nepal dan Tiongkok melakukan pengukuran ulang menggunakan teknologi GNSS (Global Navigation Satellite System) dan radar es. Hasilnya, mereka menyepakati ketinggian baru Everest yaitu 8.848,86 meter, naik hampir satu meter dari ukuran sebelumnya.
Ketinggian baru ini memperhitungkan keberadaan salju dan es di puncaknya, bukan hanya batu dasar. Ini menjadi titik temu penting setelah sebelumnya ada perbedaan pendekatan dalam perhitungan antara kedua negara.
Ada dua penyebab utama bertambahnya tinggi Gunung Everest:
Meski hanya bertambah beberapa milimeter hingga sentimeter per tahun, akumulasi selama puluhan hingga ratusan tahun akan berdampak signifikan terhadap tinggi gunung ini.
Simak Juga : Pentingnya Perkembangan Sosial untuk Anak Sejak Dini
Pertambahan tinggi Everest bukan hanya persoalan angka di atas kertas. Bagi para pendaki, perubahan ini bisa berdampak pada:
Selain itu, perubahan ketinggian dan iklim juga menantang penelitian ilmiah serta konservasi wilayah Himalaya, termasuk perlindungan flora dan fauna khas dataran tinggi.
Fenomena Everest yang terus meninggi bukan sekadar keajaiban alam, tetapi menjadi laboratorium hidup bagi para ilmuwan geologi, klimatologi, dan ahli kebencanaan. Dari gunung ini, kita belajar tentang dinamika Bumi yang tidak pernah berhenti bergerak. Setiap pergeseran lempeng, setiap lapisan salju yang mencair, dan setiap data baru yang dikumpulkan menjadi potongan dari puzzle besar yang menggambarkan evolusi planet kita.
Maka tidak berlebihan jika Gunung Everest bukan hanya sekadar tujuan para pendaki, tetapi juga simbol penting dalam memahami perubahan geologis, ketahanan bumi, dan tantangan eksplorasi masa depan.