Misteri

Mengapa Banyak Hotel Menghilangkan Lantai 4 dan 13 di Dalam Lift? Berikut Alasannya!

Top List Pedia – Bagi sebagian orang, naik lift di hotel lalu melihat tombol lantai 4 atau 13 yang hilang bisa menimbulkan rasa penasaran. Praktik “menghilangkan” lantai tertentu ini bukanlah kesalahan teknis, melainkan keputusan yang sengaja diambil oleh pihak hotel. Walaupun secara fisik lantai tersebut tetap ada, nomor resminya diubah atau dilompati demi alasan tertentu.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara. Dari gedung pencakar langit di Asia hingga hotel mewah di Amerika, pola yang sama terlihat: angka 4 dan 13 sering kali dihindari. Alasannya tidak semata-mata soal desain, melainkan berkaitan erat dengan kepercayaan budaya dan psikologi tamu.

Angka 4 dan Takut akan Makna “Kematian”

Dalam budaya Tionghoa, angka 4 sering dianggap membawa sial karena pengucapannya mirip dengan kata “mati” dalam bahasa Mandarin. Keyakinan ini dikenal dengan istilah tetraphobia. Di beberapa negara Asia Timur, seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea, gedung-gedung kerap melewati lantai 4 atau menggantinya dengan angka 3A untuk menghindari kesan negatif.

Hotel yang memiliki banyak tamu dari latar belakang budaya ini cenderung mengikuti tradisi tersebut. Bukan hanya demi menghormati kepercayaan tamu, tetapi juga untuk menghindari rasa tidak nyaman yang dapat memengaruhi pengalaman menginap.

Baca Juga : Misteri KKN Desa Penari: Kisah Mistis, Legenda Lokal, dan Pesan Moral yang Membekas

Angka 13 dan Mitos Barat

Jika angka 4 menjadi momok di Asia, angka 13 memiliki reputasi serupa di dunia Barat. Fenomena ini dikenal dengan triskaidekaphobia, yaitu rasa takut berlebihan terhadap angka 13. Akar mitosnya beragam, mulai dari legenda kuno hingga peristiwa sejarah yang dianggap membawa sial.

Di Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara Eropa, banyak hotel memilih untuk tidak menandai lantai 13 di lift mereka. Sebagai gantinya, nomor lantai akan langsung melompat dari 12 ke 14. Meskipun terdengar sepele, langkah ini diyakini membantu menjaga citra positif hotel di mata tamu yang mempercayai mitos tersebut.

Pertimbangan Bisnis di Balik Keputusan

Menghapus nomor lantai tertentu bukan sekadar soal mengikuti tradisi, tetapi juga strategi bisnis. Dalam industri perhotelan, kenyamanan tamu adalah prioritas. Jika ada risiko tamu merasa was-was atau menolak menginap di lantai tertentu, hotel bisa kehilangan potensi pendapatan.

Selain itu, permintaan untuk menghindari angka 4 atau 13 bukan hal yang jarang. Pihak manajemen hotel tentu akan mempertimbangkan kebiasaan dan preferensi pelanggan untuk memastikan hunian tetap laku terjual, terutama di lantai-lantai yang secara budaya dianggap “bermasalah”.

Simak Juga : Edukasi Anak Modern Era Digital dengan Berbekal Budi Pekerti

Cara Hotel Mengakalinya

Alih-alih benar-benar menghilangkan lantai, sebagian hotel memilih mengubah penomoran. Contohnya, lantai 4 bisa diganti menjadi 3A, atau lantai 13 diubah menjadi 12A. Dengan begitu, bangunan tetap memiliki jumlah lantai yang sama, namun nomor yang dianggap sial tidak terlihat oleh tamu.

Beberapa hotel bahkan menambahkan desain interior khusus pada lantai “sensitif” ini, seperti pencahayaan yang lebih hangat atau ornamen feng shui, untuk mengurangi kekhawatiran tamu yang mungkin tetap menyadari keberadaannya.

Antara Kepercayaan dan Modernisasi

Meskipun dunia semakin modern, kepercayaan terkait angka masih memiliki pengaruh besar terhadap desain dan operasional hotel. Di satu sisi, generasi muda yang lebih rasional mulai mempertanyakan praktik ini. Namun di sisi lain, masih banyak pihak yang memilih mempertahankannya demi menghormati tradisi dan menjaga kenyamanan tamu.

Tren ke depan menunjukkan bahwa sebagian hotel baru mulai meninggalkan kebiasaan ini. Namun, selama mitos angka sial masih hidup di masyarakat, kemungkinan besar fenomena “lantai hilang” akan terus bertahan, setidaknya di properti yang menargetkan pasar internasional.